Fikri Faqih: Bukan Bansos, Solusi Kemiskinan Ada pada Sekolah Rakyat

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Fikri Faqih. Foto : Ist/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Fikri Faqih, menilai pendirian Sekolah Rakyat di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah strategis dan tepat sasaran dalam mengatasi persoalan kemiskinan struktural di Indonesia. Menurutnya, pendekatan pendidikan jauh lebih fundamental dibanding sekadar penyaluran bantuan sosial yang selama ini tak berdampak signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan.
“Presiden Prabowo ini bukan orang baru dalam dinamika bangsa. Beliau sudah lama terlibat dalam berbagai aspek kehidupan nasional, baik sebagai tentara, sebagai anak dari begawan ekonomi Indonesia, maupun sebagai tokoh yang memahami pahit getirnya persoalan negeri ini,” ujar Fikri kepada Parlementaria, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, kegelisahan Presiden Prabowo atas kondisi kemiskinan di tengah kekayaan sumber daya Indonesia menjadi pemicu utama lahirnya program Sekolah Rakyat. Ia menyebut pendekatan ini merupakan bentuk keprihatinan sekaligus solusi jangka panjang yang diarahkan langsung pada penguatan sumber daya manusia (SDM).
“Presiden mungkin berpikir, ‘Jangan sampai saya jadi presiden, rakyat masih miskin terus, padahal negara ini kaya raya.’ Karena itu, beliau melihat ada yang keliru dalam pendekatan selama ini,” ujar Fikri.
Ia menyebut lebih dari Rp500 triliun dari total APBN yang mencapai lebih dari Rp3.000 triliun dialokasikan untuk berbagai bentuk bantuan sosial, termasuk bantuan langsung tunai dan subsidi di sektor kesehatan serta pendidikan. Namun, hasilnya dianggap belum mampu secara signifikan menurunkan angka kemiskinan.
“Angka kemiskinan setiap tahun turunnya sangat tidak signifikan. Jadi, konsisten istikamah miskin. Kalau bisa, jangan begitu,” tegasnya.
Fikri menilai, lewat Sekolah Rakyat, pemerintah ingin menciptakan jalur alternatif yang lebih berkelanjutan untuk mengangkat masyarakat dari kemiskinan, bukan melalui pola subsidi langsung, melainkan dengan memberdayakan masyarakat lewat akses pendidikan yang merata.
“Inilah kenapa Presiden Prabowo tidak lagi semata-mata memberikan bantuan tunai seperti conditional cash transfer, tapi langsung mengintervensi SDM-nya lewat pendidikan,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan soal mengapa program ini berada di bawah koordinasi Kementerian Sosial, Fikri menyebut hal itu mencerminkan paradigma baru pemerintah dalam memandang pendidikan sebagai instrumen utama penanggulangan kemiskinan.
“Jadi mohon maaf, kalau ada yang tanya kenapa ini pendidikan kok leading sectornya Kemensos, bukan Kemendikbudristek, ya karena cara pandangnya begitu, yaitu langsung pada masyarakat miskin sebagai target,” tambahnya.
Ia mengungkapkan bahwa Presiden semula menargetkan pendirian 200 Sekolah Rakyat. Namun karena berbagai keterbatasan, termasuk efisiensi anggaran, program ini baru akan direalisasikan untuk 100 sekolah terlebih dahulu. “At any cost, program Sekolah Rakyat ini harus tetap jalan,” pungkasnya. (tn/aha)